Berpuluh - puluh tahun yang lalu, sekitar tahun 1521 bangsa - bangsa barat seperti Portugis dan Spayol datang ke Maluku dengan tujuan untuk mencari rempah - rempah. Pada awalnya ke duanya di sambut dengan suka cita oleh Ternate dan Tidore, namun lama - kelamaan terjadilah persaingan dagang antara bangsa Portugis dan bangsa Spanyol.
Kedua kerajaan di Maluku seiring berjalannya waktu saling bermusuhan antara Tidore dan Ternate, disebabkan karena Ternate yang bersekutu dengan Portugis menyebabkan kecemburuan pada kerajaan Tidore yang menyebabkan Tidore bersekutu dengan Spanyol.
Pada tahun 1529, terjadi perlawanan antara rakyat Tidore melawan Portugis, hal ini disebabkan karena Portugis menembaki kapal - kapal jung - jung milik Belanda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Dengan bantuan Spanyol, maka Tidore melawan Portugis, sementara Portugis juga dibantu oleh Ternate. Munculah perlawanan antara keduanya dan perlawan tersebut berhasil dimenangkan oleh bangsa Portugis.
Tahun demi tahun dihadapi dengan adanya perlawanan antara Spanyol dan Portugis, yang menyebabkan banyak sekali kerugian. Mengingat banyaknya kerugian yang telah dilakukan oleh keduanya, maka disepakati sebuah perjanjian yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis.
"The result of this agreement was that the Portuguese remained in power in Maluku. between the Spaniards in power in the Philippines," ucap salah seorang dari ke dua belah pihak.
Maka pada tahun 1529, disepakati adanya perjanjian saragosa, yang isinya yaitu, 'Portugis tetap berkuasa di Maluku sementara Spanyol berkuasa di Filipina.'
Dengan adanya perjanjian Saragosa menyebabkan kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat, akibatnya Portugis semakin berkuasa dan suka bertindak sewenang - wenang apalagi ambisinya yang ingin memonopoli perdagangan rempah - rempah di Maluku.
Semantara, kedudukan Portugis yang demikian menyebabkan keresahan bagi kedaulatan Kerajaan - Kerajaan Maluku.
"Bagaimana ini? Akibat tindakan yang dilakukan oleh bangsa Portugis menyebabkan kerugian bagi rakyat kita," ucap Sultan Khaerun.
"Kalau begitu perangi saja mereka!" seru seorang penasehat Kerajaan Ternate.
Akhirnya pada tahun 1565 terjadilah perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun.
"Rakyat ku sekalian, serang mereka!" seru Sultan Khaerun dengan suara lantang.
Para rakyat Maluku menyerang bangsa Portugis tersebut. Portugis yang merasa terdesak pun, mengibarkan bendera putih. Artinya mereka menyerah dan mengajak berteman.
"Enough, I give up and I want to be friends with you. so will you?" ucap seorang pimpinan bangsa Portugis pada saat perang dilaksanakan.
Sultan Khaerun pun menyetujui perjanjian damai tersebut.
"Because both parties have agreed on this peace, then let's celebrate this friendship by drinking tea," ucapnya lagi.
Sultan Khaerun akhirnya menyetujui ajakan minum teh bersama bangsa Portugis. Namun, dengan liciknya Portugis mengelabui Sultan Khaerun. Akhirnya Sultan Khaerun terbunuh malam itu.
Setelah, kematian Sultan Khaerun. Perlawanan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Sultan Baabullah. Dengan semangat yang berkobar oleh rakyat Maluku yang mengetahui tindakan Portugis yang tidak berperi kemanusiaan yang telah membunuh Sultan Khaerun dengan cara licik. Maka dengan adanya pertempuran atas pimpinan Sultan Baabullah, menyebabkan penyatuan seluruh rakyat Maluku termasuk Ternate dan Tidore yang dulu nya bermusuhan.
"Wahai rakyat ku sekalian, mari kita perangi bangsa Portugis yang biadab itu!" ujar Sultan Khaerun dengan semangat berapi - api.
"Mari!" seru seluruh rakyat Maluku.
Walau dengan peralatan sedanya, rakyat Maluku berhasil mengalahkan Portugis. Akhirnya Portugis dapat diusir dari Ternate pada tahun 1575. Bangsa Portugis akhirnya melarikan diri dan menetap di Ambon. Kemudian, pada tahun 1605 bangsa Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
Karya: Firda Nova Oktariani
Berdasarkan fakta sejarah dikutip dari Buku Sejarah Kelas XI, 2015.
Comments
Post a Comment