Mentari menangis di perkotaan
Anak burung menjerit ketakutan
Mendengar suara klakson-klakson bersahutan
Wajah merah tersulut amarah melihat oase rumah sendiri
Dentuman mesin mesin berjalan merebak tak beraturan
Hawa kuli, jiwa mandor hingga pejabat melebur di kumpulan
debu
Tung...tang..tung...tang perbaikan tol bertebaran
Raungan mesin penggali terdengar nyaring
Debu kotornya memenuhi cakrawala
Warnanya yang senja tak lagi jingga
Generasi ini hanya peduli jalan yang berlubang
Tak ada yang mendengar rintihan pohon ditebang
Jika bumi mengutus karmanya
Jika laut meluapkan emosinya
Jika gunung memuntahkan petakanya
Akankah mengoyak jiwa berdosa
Tanah ini, tanah titipan!
Dengan tameng kemajuan
Ego terbelenggu hancurkan tanah leluhur sendiri
Kini manusia bagaikan angsa tanpa bulu
Berlenggok manis di atas pertiwi
Angsa gundul hanya menodai, tak tampak keindahan dalam diri
Enggan menanam hanya mau menuai
Baginikah ajaran bengkok
Hilang urat malu membabat tanah leluhur
Jangan robek merah putih dengan cara semu
Sudirman rela bertarung dengan tandu
Kartini bertarung dengan harga diri
Generasi kita menuai enaknya, tak terbebani dengan
peperangan
Kita dihadapkan dengan pertarungan semu
Pertarungan melawan benda mati yang mengelabui diri
Kepekaan mampu melindungi tanah pertiwi
Menyentak asa untuk segumpal tanah leluhurku
Puisi oleh : Ayuni Kurnia Wulandari
Comments
Post a Comment