Skip to main content

[CERPEN] KILLER


Ketika air mata membuktikan…





“Kasus bullying lagi-lagi terjadi, bahkan kasus ini telah merenggut korban jiwa. Seorang gadis berusia 17 tahun ini tewas bunuh diri diakibatkan kasus bullying yang ia alami……”
“ Astaga! Aneh-aneh aja nih berita, gue jadi miris sama negara kita ini.” Jeritku
“ Huss… orangnya yang salah bukan negaranya. Itulah ibukota apapun dapat terjadi disana.  Lagian itu berita tahun kapan si?”
“ Iya, iya kau benar ini berita dua bulan yang lalu, hmm kadaluwarsa.”
“Berkemas-kemas dan bersiap”  Hari ini adalah hari keberangkatanku, aku Naya, mahasiswa amatir yang akan melanjutkan studynya di luar kota.
Aku benci keramaian namun sebentar lagi aku akan dihadapkan dengan kenyataan hidup dan berusaha mandiri.
Aku tak menyangka akan mendapatkan peringkat terbaik di hari kelulusan hingga aku pun menerima beasiswa untuk kuliah di luar kota, aku harap dapat menyesuaikan diri disana.
“ Naya. Lo inget harus hati-hati di kota metropolitan itu, pikirkan study mu dan jangan bertindak macam-macam.” Nasihat kakakku, Naca.
“ Iya kakakku sayang…” Jawabku manja.
Aku kembali berkemas dan merapikan kamarku sebelum aku meninggalkannya, ku rasa akan ada rasa rindu pada tempat ini nanti.

Pukul 13.00 aku berpamitan pada mama, kak Naca, juga bik Imus. Papa yang akan mengantarku ke bandara jadi pamitan padanya nanti saja.
“ Jaga dirimu, dan ingat kata mama barusan, jangan lupakan ibadah, dan kesehatanmu. Kau ingat?”
Aku mengangguk mantap, mama memelukku. Kini giliran kakak super cerewet yang menasihatiku. “Ingat tuh. Nggak usah kecentilan disana, kalaupun lo liat bule, kagak usah klepek-klepek.” Oceh nya, aku cemebrut mendengar ucapannya. Huh menyebalkan!
“ Haha tidak jangan dipikirkan, aku Cuma bercanda. Naya, jaga dirimu dan jangan lupa calling-calling yah.”
Senyum merekah pada bibirku, aku memeluknya erat, oh..kakaku sayang. Hehe.
Aku kembali pamit pada mereka, dan menuju ke bandara.
*--*
Astaga! Benarkah ini kampus ku, begitu megah. Hmm… aku masih tak menyangka.
“ Naya! Kau Naya kan?” Teriak seseorang memanggilku.
“ Hayy,” Balasku kikuk. Siapa dia? Aku tidak mengenalnya.
“ Naya, aku karis, kau mengenalku kan? kita satu kos.” Sapa nya,
Oh, Ya Tuhan aku kok bisa cepat lupa pada wajahnya.
“ Hehe, iya aku mengenalmu, maaf ya.”
Kami pun berbincang menuju kelas, dia mengabil kelas psikis sama dengan kelas pilihanku, rasanya senang sekali memiliki teman baru.

Sudah hampir satu minggu aku disini, dan tidak masalah, aku merasa nyaman dengan kehidupan serba mandiriku ini.
Eh tunggu! Aku melihatnya lagi, priaa misterius yang sering berlalu lalang di depan kelasku. Pria bertubuh jangkung yang cuek dan memiliki mata andromeda, menurutku… keren! Eitss.. aku tidak suka, aku hanya penasaran saja siapa dia.
“ Huss, Ris, lo tau cowok yang tadi lewat didepan ruangan ini?” kucoba mengorek informasi.
“ Iya, memang kenapa?”
“ Kenapa wajahmu syok gitu, dia itu orang kan? bukan hantu.” Tanyaku ketar-ketir, jangan-jangan aku punya indra keenam.
“ Bu..kan, tapi aku kasih saran yah, jangan deketin dia, bahkan jangan berani-berani menatapnya atau memperhatikannya. Kalau dia nongol, pura-pura saja nggak liat. Oke?”  Perintah Karis,
“ Eh,, emang kenapa, dia itu tukang begal atau apa?”
“Itss… jangan banyak tanya. Lo nggak usah nekat. Ingat pesan gue.” Kata Karis serius.
Aku pun mengangguk tanpa banyak tanya lagi, namun dalam hati aku merasa ada yang janggal. Akan ku cari tahu nanti.

“ Apa kau bilang! Sebuah pembunuhan terjadi di kampus ini, itu mustahil.” Aku merasa cemas dengan kejadian tadi malam. Sebuah mayat ditemukan tewas secara tragis di kelas hukum.
“ Naya. Gue serius, banyak hal yang terjadi di kampus ini, dan itu memang sudah terjadi beberapa bulan lalu, ada psikopat disini.”
“ Hah? Apa maksudmu. Ko ini gila! Jangan menakut-nakuti ku,”
“ Aku serius, dan gadis yang tewas itu dia teman SMA ku,… “
“  Karis… jangan menangis, siapa psikopat itu. Tidak berperikemanusiaan sekali orang itu!” Kataku tajam, aku calon dokter kejiwaan akan kuselidiki kasus ini, dan seorang psikopat atau manusia berdarah dingin itu memang ada, namun baru kali ini aku mendengarnya dari dunia nyata.
*--*
Ntah ada apa denganku, kenapa aku merasa kalau dia memperhatikanku. Daripada aku berkutat dengan firasatku sendiri lebih baik, ku hampiri  saja dia.
“ Zikra!" Aku memanggilnya dengan suara nyaringku.
Pria itu menoleh, menatapku tajam, seperti tatapan…. Killer!
Aku menelan ludah dalam-dalam. Terbuat dari apakah pria itu? Tidak, rasa penasaran jauh lebih besar daripada rasa takutku.
“ Dzikra, kau Dzikra kan? Hayy…” aku sekedar basa-basi.
Dia hanya bungkam. Astaga! Ini benar-benar manusia atau batu?
“ Hayy! ” aku mulai tak sabar,
“ Kau! Pergilah.” Hah? Hanya itu yang ia ucapkan. Sesingkat itukah?
“ Naya!” Belum sempat aku membalasnya eh sudah ada orang yang memanggilku.
“ Naya. Berhati-hatilah! Sudah ku bilang berapa kali, lo jangan pernah dekati pria itu.” Aku tercengang, mengapa Karis berkata tajam seperti itu seolah-olah Zikra adalah musuhnya.
“ Kenapa dengannya, dia Zikra kan? apa dia itu musuhmu.”
“ Dia seorang PSIKOPAT!” Degg! Hah? Bnarkah seorang psikopat ada disini.
“Darimana kau tahu, jika dia psikopat kenapa dia bisa kuliah disini, kenapa dia terlihat santai, apa yang salah dengannya? Apa karena Dzikra itu cuek dan pendiam, itu sebabnya kau menundingnya. Tidak seperti itu Karis, jangan menilai seseorang dari bentuk luarnya saja.” Jelasku
“ STOP! Kau tak tahu apapun, dia pembunuh, aku melihatnya sendiri.”
Aku kembali tercengang, kurasa inilah yang Karis rahasiakan dariku, dan aku akan mencari tahu, sepertinya Karis mengalami trauma.
“ Aku datang ke kampus malam itu, ponselku tertinggal di loker.  Dan… aku melihatnya,, dia menyeret Tika… kemudian… hikss..”
“ Jangan lanjutkan, lupakan apa yang kau lihat malam itu. Akan kuselidiki masalah ini.”
Sudah berapa hari ini aku mencoba mendekati Zikra, namun pria itu tak juga luluh, sikapnya tetap dingin bak batu. Dengan keberanian akan terus kucoba, jika dia memanglah psikopat maka ada faktor pendorong yang menyebabkannya menjadi seperti itu. Dan akan ku cari tahu itu.
Malam ini aku berjalan seorang diri tugas kuliah lah yang mendorongku pulang larut. “ Auw!” Kurasa aku menabrak punggung seseorang, gelap-gelap begini mana bisa kulihat dengan jelas.
“Dzikra?” Senyumku melebar, rupanya seseorang yang ku tabrak itu Dzikra.
Eh tunggu, senyumku musnah seketika begitu mengingat perkataan Karis tadi pagi, Dzikra seoarang psiko. Apa yang harus ku kulakukan sekarang? Apa aku harus kabur bak pengecut, bagaimana dengan misi ku, jika memang Dzikra seorang psiko maka harus ku selidiki motifnya.
“ Dzikra? lo maukan mengantar gue malam ini, gue mohon gue kan cewe dan apa lo tega membiarkan gue pulang sendiri di jam selarut ini.” Pintaku dengan mata berbinar.
“ Gue nggak peduli.”
“Dzikra? Kok lo tega sih. Hiks..hiks..” Airmata buaya, haha pandainya aku. Inilah senjata akhirku.
“ Oke, kalo lo nggak mau nganterin gue, gue bakalan ikut ke rumah lo malam ini.”
Dzikra tetap diam tak berkutik, namun pada akhirnya dia mau juga mengantarku pulang. Pendekatan pertama berhasil, dan tunggu esok. Akan ku buktikan siapa Dzikra yang sebenarnya.
“ Dia berubah dingin semenjak adiknya meninggal dunia,”
“Dia bunuh diri, kasus bullying yang diterimanya membuatnya trauma. Semenjak itu, Dzikra menjadi pendendam, dia membenci semua wanita karena kematian adiknya itu.”
“ Ini sungguh tak masuk akal.” Jerit batinku. Aku berhasil mencari informasi itu dari salah satu karyawan kampus, kebetulan karyawan itu cukup dekat dengan Dzikra beberapa bulan lalu sebelum keadaannya berubah.
Jika memang itu penyebabnya tidak seharusnya Dzikra bertindak ganas seperti itu.
Lelahnya aku, aku harap dapat tidur pulas malam ini. Aku mengetuk pintu kamar kos ku, tak ada sahutan, apakah Karis tidak ada di dalam? Kemana dia, eh tunggu dulu. Kamarnya tak terkunci, aku langsung masuk begitu saja tak sabar untuk melepas penatku.
“KARISS!!!”
“ Berhentilah menangis Nay, temanmu sudah tenang di alam sana. Iklaskan dia,” kata....
“ Siapa yang tega melakukan ini…” Aku mencekal kuat kepalaku mencoba melupakan bayangan tubuh Karis yang tergeletak di lantai dengan berlumur darah. “Naya ingat pesanku, jauhi Dzikra!” Pesan Karis kembali terngiang di telingaku.
“Akhhh!” “ Naya, tenanglah…”
Karis, Tika, Ambar, Renata, Ayi, Findha, bahkan masih banyak korban lain dan semua telah pergi, pria killer itu telah menewaskannya! Kenapa ia tega lakukan itu. Hanya karena dendam hingga nyawa orang tak bersalah harus dikorbankan.
“DZIKRA! Kini tinggal aku yang tersisa. Tinggal tunggu waktu dia juga akan melenyapkanku sama halnya dengan Karis. Aku tidak akan pernah takut padamu.” Ku peluk erat teddy bearku, kamar ini serasa hampa tanpa adanya Karis, aku merasa nyaman berteman dengannya. Kini, tinggal air mataku yang tersisa tuk melepas kepergiannya itu.
Tok..tok..tok. Itu suara ketukan jendela. Ada firasat negative dalam pikiranku, dengan perlahan aku berjalan mendekati jendela itu, aku membuka tirainya sedikit melihat siapa yang mengetuk. Dan…
“Lepaskan aku! Emm…mmm..le..p…as.”
“DZIKRA!” Tubuhku lunglai dan membisu, inikah saat-saat terakhirku, bagimana dengan keluargaku, apakah aku harus rela menjadi korban ketidak adilan. Tidak! Aku harus melawannya.
“Dzikra! Berhenti dan jangan berani menyentuhku, tidak akan ku biarkan kulitku tergores oleh tangan kotormu itu.”
“Lo harus mati!”
“Memangnya siapa kau! Kau hanyalah manusia biasa, atas hak apa kau mencabut nyawa manusia yang tak berdosa. Hai kau sang psikopat! Aku tidak akan pernah takut padamu, kau bukanlah Tuhan yang mampu mengambil setiap darah manusia bahkan walau hanya setetes.” Kataku tajam dan penuh penegasan, meski saat ini tubuhku bergetar karena Dzikra semakin mendekat, dia akan menikamku dengan pisau.
Aku menyerah, dia bukanlah manusia melainkan IBLIS!
“ Bunuhlah aku kau boleh saja memutilasi tubuhku dan minumlah setiap darah yang mengalir dari tubuhku yang tak bernyawa lagi. Tapi ingatlah satu hal, kau tidak akan pernah mendapatkan adikmu kembali walaupun kau membunuh seluruh wanita di dunia ini. Adikmu tidak akan pernah kembali. INGAT ITU!” Ini deik-detik terakhirku, hembusan nafas Dzikra menerpa wajahku, pisau itu bahkan siap menikamku. Biarkan aku menangis, hanya itu yang mampu kulakukan saat ini.
“ Adik? Apa yang ku lakukan,” Ku beranikan diri membuka mataku, Dzikra terduduk lunglai, pisau yang jatuh ke lantai itu bahkan belum sampai menggoresku.
Aku mendekatinya, aku memberanikan diri dan memeluknya, “ Kau bukanlah psiko, kau manusia yang sempurna, lupakan masa lalu, biarkan adikmu tenang maka kau akan mendapatkan kesempurnaanmu itu. Dzikra, jangan takut, aku ada disini, ku mohon jangan bunuh mereka yang tak bersalah, ku mohon?” aku menitikan air mata, menyentuh erat tangannya, dan menenangkannya. Dia luluh… dia benar-benar luluh!
Dzikra membutuhkan rehabilitasi, itulah sebabnya aku membawanya ke pusat rehabilitasi di luar negeri karena disana jauh lebih komplit baik itu sarana maupun prasarana rehabilitasinya untuk memepercepat pemulihan psikis dalam diri Dzikra.
Pria itu tersenyum ke arah ku sebelum ia pergi, “ Aku akan menunggumu kembali, lekaslah pulih,, dan temui aku.” Kataku, sembari membalas senyum manisnya.
“ Aku akan kembali dan bertaubat atas setiap tetesan darah yang ku tumpahkan. Maafkan aku, dan terimakasih kau sudah menyadarkan ku. Penyesalan saja tak cukup untuk itu.”
“Dzikra, lekaslah kembali. Untukku? Kembalilah untukku, dan akan selalu kutuntun kau ke jalan yang benar, jaga dirimu disana.” Aku memeluknya erat, pelukan perpisahan. Dan sebuah liontin perpisahan yang ia berikan untukku akan selalu ku jaga. Aku tersenyum melepas kepergiannya….
“ Biarkan air mata yang meluluhkan dan itu telah ku buktikan…” Senyum mengembang di bibirku bersamaan dengan terbenamnya sang surya. Aku bersungguh-sungguh akan menunggunya, menunggu Dzikra baru, yang akan hadir dengan meninggalkan kenangan suramnya di masa lalu, dia pasti akan kembali!


Comments

Popular posts from this blog

Harapan Menyambut Semester Genap

Windi Saputri dan Verliani Nur Adzani SMANDA UpDate Liburan semester 1 telah usai, itu artinya kini para murid sekolah, termasuk para siswa SMA Negeri 2 Purbalingga telah memasuki semester 2. Segenap agenda yang telah direncanakan kini ada di depan mata. Berbagai perbaikan seperti peningkatan semangat belajar pun harus segera dipenuhi agar di semester 2 ini dapat membawa revolusi yang lebih baik dari semester 1. Verliani Nur Adzani yang merupakan salah satu siswa kelas X MIIA 4 ini menuturkan bahwa di semester 2 ia tidak menambah atau mengurangi jam belajarnya, masih sama seperti dulu dan lebih meningkatkan semangat belajar. “Kalo udah ngerasa males belajar biasanya aku lebih suka ndengerin musik, makan yang banyak dan minta motivasi orang tua untuk menjaga agar semangat itu tetap ada,” ujar Verli. Hal itu serupa pula dengan Harris Afriantono. Siswa yang telah berhasil meraih peringkat 2 di kelas X MIIA 4 ini juga menyikapi semester 2 dengan menambah semangat belajar, walaupu

Ruang Kelas Baru, Semangat Baru

SMANDA UpDate Pembangunan ruang kelas baru telah selesai. Ruang kelas baru ini sudah mulai dipergunakan untuk kelas XI IPA 1 sampai XI IPA 4, yang letaknya berderet persis. Pembangunan yang memakan waktu sekitar 4 bulan dan telah selesai pada awal semester 2 ini disambut rasa senang oleh para siswa dari XI IPA yang menempati ruang tersebut. Pasalnya, para guru memang menjanjikan para siswa bahwa ruang kelas yang baru akan segera dapat dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada awal masuk sekolah yaitu awal bulan Januari. Sebelumnya, kelas XI IPA 2 sempat mempergunakan ruang laboratorium kimia. Sedangkan kelas XI IPA 3 sempat mempergunakan ruang laboratorium fisika. Dan kelas XI IPA 4 menggunakan ruang kelas biasa, yang sekarang menjadi ruang Pendidikan Agama. "Ruang kelas yang baru ini nyaman rasanya. Mungkin kar ena masih baru, meja kursi serta papan white board pun masih baru dan bersih tanpa coretan. Hanya saja, papan tulisnya kurang panjang." ungkap Ama

Berbeda, Raport Kurikulum 2013

SMANDA UpDate Sabtu (21/12) penerimaan raport di Purbalingga diadakan secara serentak pada hari ini. Namun ada yang berbeda dengan tahun ini, yaitu raport K urikulum 2013 yang memang berbeda dengan model raport kurikulum sebelumnya.  Untuk siswa kelas XI dan XII SMA model raportnya tetap menggunakan model raport KTSP 2006, namun untuk siswa kelas X SMA model raportnya menggunakan model raport baru yaitu model raport Kurikulum 2013.  Keadaan ini awalnya membuat para siswa dan orang tua kebingungan, karena model raport sekarang berbeda jauh dengan model raport sebelumnya. Model raport yang sekarang lebih mirip dengan model nilai di perkuliahan. “Saya bingung membaca nilai raportnya, soalnya pembagian nilainya ada 3 yaitu nilai pengetahuan, nilai keterampilan dan nilai sikap.” Ungkap salah satu siswa kelas 10 IIS 4.  Namun menghindari hal tersebut akhirnya pihak sekolah sebelum pembagian raport, wali kelas terlebih dahulu menjelaskan tentang model raport K urikulum 2013 dan me